Jumat, 24 Mei 2013

ARTIKEL PENDIDIKAN

 PENDIDIKAN

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan pada dasarnya memberikan kita pengetahuan bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan untuk khalayak banyak. Tapia apa yang terjadi sekarang pendidikan menjadi ajang untuk mencari nafkah uang, uang dan uang. Berbagai cara orang lakukan untuk mendapatkan label Sarjana agar dapat diterima pada sebuah instansi. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Dalam pendidikan, Islam sudah menganjurkan kita untuk terus menuntut ilmu.  jauh sebelum orang-orang Barat mengangkatnya, Islam sudah mengenal pendidikan seumur hidup, sebagaimana dinyatakan oleh Hadis Nabi Muhammad Saw. Yang berbunyi:
اللَّحْدِ إِلَى الْمَهْدِ مِنَ الْعِلْمَ اَطْلُبُ
“Tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia”.
Pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu azas bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bemula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlansung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat. Konsep pedidikan seumur hidup ini erat kaitannya dengan paham tentang waktu berlangsungnya pendidikan. Di dalam GBHN 1978 dinyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
Betapa pentingnya pendidikan itu.
“Pendidikan Seumur Hidup” atau “Life-Long Education” bukan “(long life education”) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu yang dimaksud. Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua situasi dan semua hal.
Ada bermacam-macam dasar pemikiran yang menyatakan bahwa pendidikan seumur hidup sangat penting. Dasar pemikiran tersebut ditinjau dari beberapa segi antara lain:
1.      Tinjauan ideologis, semua manusia dilahirkan di dunia mempunyai hak yang sama, khususnya hak mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan serta ketrampilan. Menjadi suatu kewajiban penguasa atau tokoh masyarakat untuk menyelamatkan rakyat dari bahaya kebodohan dan kemelaratan.
2.      Tinjauan ekonomis, salah satu cara keluar dari lingkaran kebodohan dan kemelaratan adalah dengan cara pendidikan seumur hidup. Dengan cara ini dimungkinkan seseorang untuk :
a.       Meningkatkan produktifitas,
b.      Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimiliki,
c.       Memungkinkan hidup dalam  lingkungan yang lebih menyenangkan dan sehat,
d.      Memiliki motifasi dalam  menyusun dan mendidik anak-anaknya secara tepat sehingga peranan pendidikan dalam  keluarga menjadi  sangat besar dan penting.
3.      Tinjauan sosiologis; Salah satu masalah pendidikan di negara berkembang adalah pemborosan yang disebabkan oleh sebagian orang tua, karena menyadari pentingnya pendidikan. Oleh karena itu pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan pemecahan masalah pendidikan bagi anak-anaknya.
4.      Tinjauan politis, Pada negara demokrasi hendaknya seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-hak kewajibannya disamping  memahami fungsi pemerintahan. Karena itu, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada semua orang.
5.      Tinjauan teknologis, dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, para pemimpin, teknisi, guru dan sarjana dari berbagai disiplin ilmu senantiasa menyesuaikan perkembangan ilmu teknologi untuk menambah pengetahuan disamping ketrampilannya.
6.      Tinjauan psikologis dan pedagogis, tidak dipungkiri lagi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh besar terhadap pendidikan khususnya konsep teknik penyampaiannya karena perkembangan ilmu dan teknologi makin luas dan komplek, maka tidak mungkin segalanya itu dapat diajarkan kepada anak di sekolah. Maka dewasa ini, tugas pendidikan formal yang utama adalah bagaimana mengajarkan cara belajar, menanamkan motifasi yang kuat kepada anak untuk belajar terus sepanjang hayatnya. Dan untuk memberikan ketrampilan itu semua, perlu diciptakan kondisi yang merupakan penerapan life long education.


Referensi:
http://machrusafif.blogspot.com/2012/12/pendidikan-seumur-hidup.html
http://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/07/konsep-pendidikan-seumur-hidup-dasar.html
http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-bagi-kehidupan/
http://www.harianorbit.com/pentingnya-pendidikan-anak-usia-dini/

Kamis, 09 Mei 2013

Makalah Peserta Didik Dalam Perspektif Islam



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dalam sistem pendidikan Islam, pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting. Pendidik adalah orang yang memberi didikan kepada peserta didiknya, sedangkan peserta didik adalah orang yang dididik oleh pendidik. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses belajar mengajar untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Peserta didik sebagai orang yang harus diikuti keinginan pendidikannya, sedangkan pendidiklah yang memberikan arahan kemana arah pendidikan peserta didik. Oleh karena itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus menentukan ke mana arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan.
Begitu halnya dengan peserta didik, peserta didik tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi disaat-saat tertentu peserta didik akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan pendidik atau gurunya dalam upaya pengembangan keilmuannya. Untuk itu penulis akan membahas mengenai peserta didik tersebut.



B. Rumusan Masalah
1.      apa yang dimaksud dengan peserta didik?
2.      Bagaimana kedudukan peserta didik?
3.      Apa kebutuhan dari peserta didik?
4.      Bagaimana dimensi-dimensi peserta didik?
5.      Apa etika peserta didik?
BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Peserta Didik
            Peserta didik merupakan salah satu komponen penting dalam suatu proses pendidikan Islam. Peserta didik artinya orang yang ikut serta dalam proses pendidikan.  orang tersebut mengambil bagian dalam sistem atau jenis pendidikan tertentu untuk menumbuhkan dan mengembangkan dirinya.
            Ramayulis[1] mendeskripsikan bahwa peserta didik adalah orang berada pada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis, yang merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[2]
Dengan pendidikan seorang anggota masyarakat dikatakan sebagai peserta didik. Anggota masyarakat yang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan, berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur-jalur pendidikan.
Di dalam proses transformasi yang disebut pendidikan, peserta didik merupakan “raw material” (bahan mentah). Pada sistem pendidikan, “materil” ini berbeda dengan yang diterima oleh komponen-komponen yang lain karena sistem pendidikan menerima “materil” sudah dalam keadaan setengah jadi, sedangkan komponen-komponen lainnya masih dapat merumuskan dan menyesuaikannya dengan keadaan-keadaan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang ada.[3] Komponen lainnya masih membutuhkan proses-proses terlebih dahulu agar materil ini benar-benar siap digunakan. Lain halnya sistem pendidikan, materil atau peserta didik perlu untuk menumbuhkan yang menyangkut fisik dan mengembangkan yang menyangkut psikis dalam diri dari seorang peserta didik.  
Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik.[4] Syaiful Bahri Djamarah[5] mengatakan bahwa setiap orang yang menerima pengaruh dari orang lain dalam menjalankan kegiatan pendidikan adalah anak didik. Peserta didik lebih luas cakupannya dari pada anak didik.[6] Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar.[7] Seorang manusia yang menjadi pusat pembelajaran karena memiliki memiliki tujuan untuk dicapai.
Terdapat pula istilah yang memberikan arti untuk peserta didik.
Dalam istilah tasawuf, peserta didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara etimologi, murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib  secara bahasa berarti orang yang sedang mencari, sedang menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, serta berusaha keras menempuh untuk mencapai derajat sufi.[8]
Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, untuk perguruan tinggi disebut dengan istilah mahasiswa. Setiap lembaga-lembaga menyebut istilah peserta didik ini dengan berbeda-beda. Di dalam keluarga peserta didik disebut dengan anak kandung, dalm kehidupan masyarakat peserta didik adalah anak-anak penduduk, serta dalam suatu agama peserta didik menjadi umat beragama.

B. Kedudukan Peserta Didik
Peserta didik adalah pokok persoalan dalam suatu proses pendidikan. Di dalam proses belajar mengajar peserta didik merupakan pihak yang memiliki tujuan, pihak yang memiliki cita-cita yang ingin dicapai secara optimal. Peserta didik akan menuntut dan melakukan sesuatu agar tujuan belajarnya dapat terpenuhi. Jadi dalam proses belajar mengajar peserta didiklah yang harus diperhatikan.
Peserta didik bukanlah binatang, peserta didik adalah manusia yang memiliki akal untuk berfikir dalam kegiatan interaksi edukatif. Peserta didik sebagai pokok persoalan dalam proses pendidikan, memiliki kedudukan yang menentukan dalam sebuah interaksi, dalam semua kegiatan pendidikan dan pengajaran.[9] Dalam kegiatan pendidikan peserta didik juga berhak dalam berinteraksi. Peserta didik memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran yang efektif. Jangan menganggap peserta didik sebagai binatang yang tidak dipandang oleh sebagian manusia.
Pendidikan merupakan suatu keharusan yang harus diberikan kepada peserta didik atau anak didik. Peserta didik sebagai manusia yang memiliki akal, harus dibina dan dibimbing sebaik mungkin dengan perantara pendidik atau guru. Pendidik haruslah memahami hakikat peserta didiknya sebagai subjek dan objek pendidikan dalam proses belajar mengajar.[10] Apabila pendidik tidak memahami betul keinginan dari peserta didiknya maka akan terjadi kegagalan dalam proses belajar mengajar. Untuk itu pedidik atau guru tidak memiliki arti apa-apa jika tanpa kehadiran peserta didik sebagai subjek dalam proses pembelajaran.
Peserta didik merupakan inti, sentral, pokok persoalan, dan subjek dalam proses belajar mengajar. Tidak tepat jika dikatakan bahwa peserta didik itu sebagai objek pendidikan. Pandangan yang menganggap siswa atau anak didik itu sebagai objek, sebenarnya pendapat usang yang terpengaruh oleh konsep Tabularasa bahwa anak didik diibaratkan sebagai kertas putih yang dapat ditulisi sekehendak hati oleh para guru atau pengajarnya.[11]
Dalam kutipan diatas, yang menjadi subjek dalam proses pendidikan ialah yang menjadi pesertanya atau peserta didik. Sedangkan yang menganggap bahwa peserta didik adalah objek pendidikan ialah pendapat yang terpengaruh dalam suatu konsep bahwa peserta didik hanya sebagai kertas putih, kemauan seorang pendidik memperlakukan kertas tersebut. Dalam konsep ini pula, peserta didik hanyalah sebuah barang, terserah seorang pendidik atau guru mempergunakannya. Konsep ini pendidik akan sangat dominan dalam suatu proses pendidikan.
Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam kehadiran proses belajar mengajar, maka tugas dari seorang pendidik atau guru adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau tujuan yang ingin di capainya. Untuk itu pendidik terlebih dahulu harus mengetahui kriteria dari peserta didik.
Adapun kriterianya menurut Syamsul Nizar yaitu:
1.      Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
2.      Peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.      Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
4.      Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.
5.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.[12]

C. Kebutuhan Peserta Didik
            Kebutuhan peserta didik merupakan sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik untuk mendapat keberhasilan tujuan pendidikannya. L.J. Cronbacah[13] mengemukakan kebutuhan peserta didik. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya agar tujuan dari pendidikan terpenuhi. Adapun kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pendidik yaitu:
1.      Kebutuhan fisik; fisik peserta didik mengalami pertumbuhan fisik yang cepat terutama pada masa pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum dan istirahat, dimana hal ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya. Peserta didik remaja lebih banyak porsi makannya dibandingkan anak-anak, dan orang dewasa atau tua.
2.      Kebutuhan sosial; salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial peserta didik atau anak didik yaitu pemenuhan keinginan untuk saling bergaul sesama peserta didik dan pendidik serta orang lain.[14] Dalam hal ini sekolah dilihat sebagai lembaga tempat para peserta didik belajar, bergaul dan beradaptasi dengan linkungan. Pendidik atau guru harus dapat menciptakan suasana kerja sama antar peserta didik dengan harapan dapat member pengalaman belajar yang lebih baik. Pendidik harus dapat membangkitkan semangat kerja sama sehingga dapat dikembangkan sebagai metode untuk mengajarkan sesuatu.
3.      Kebutuhan untuk mendapatkan status; pada usia remaja peserta didik membutuhkan suatu yang dapat menjadikan peserta didik  berguna bagi masyarakat.[15] Kebutuhan mendapatkan status merupakan suatu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mendapatkan tempat dalam suatu lingkungan. Hal ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk menumbuhkan sikap kemandirian, identitas serta menumbuhkan rasa kebanggaan diri dalam lingkungan masyarakat. Dalam proses memperoleh kebutuhan ini biasanya seorang peserta didik ingin menjadi orang yang dapat dibanggakan atau dapat menjadi seorang yang benar-benar berguna dan dapat berinteraksi secara sempurna di dalam sebuah lingkungan masyarakat.
4.      Kebutuhan mandiri; peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri.[16] Terkadang peserta didik ingin lepas dari perlakuan orang tuanya yang terlalu berlebih-lebihan dan merasa orang tuanya tersebut sering mencampuri urusan anak-anaknya. Hal ini membuat peserta didik merasa tidak dipercayai dan dihargai oleh orang tuanya, sehinnga muncul sikap menolak dan terkadang memberontak. Meskipun peserta didik masih menginginkan bantuan orang tua.
5.      Kebutuhan untuk berprestasi; untuk mendapatkan kebutuhan ini maka peserta didik harus mampu mendapatkan kebutuhan mendapatkan status dan kebutuhan mandiri terlebih dahulu. Karena kedua hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kebutuhan berprestasi. Ketika peserta didik telah mendapatkan kedua kebutuhan tersebut, maka secara langsung peserta didik akan mampu mendapatkan rasa kepercayaan diri dan kemandirian, kedua hal inilah yang akan menuntut langkah peserta didik untuk mendapatkan prestasi.
6.      Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai; rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang esensial, karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap mental peserta didik. Banyak anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua, guru dan lain-lainnya mengalami prestasi dalam hidup. Dalam agama cinta kasih yang paling tinggi diharapkan dari Allah swt. itu sebabnya setiap orang berusaha mencari kasih sayang dengan mendekatkan diri kepadanya.[17]
7.      Kebutuhan untuk curhat; Kebutuhan peserta didik untuk mencurahkan isi hatinya biasanya ditujukan untuk mengurangi beban masalah yang peserta didik hadapi. Pada hakekatnya ketika seorang yang tengah mengalami masa pubertas membutuhkan seorang yang dapat diajak berbagi atau curhat. Sebaliknya jika peserta didik tidak mendapatkan kesempatan untuk membicarakan masalah yang dihadapi peserta didik sehingga muncul tingkah laku yang bersifat negatif dan perilaku menyimpang.
8.      Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup; peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui tentang kebenaran dan nilai-nilai ideal. Peserta didik memiliki keinginan untuk mengenal apa tujuan hidup dan bagaimana kebahagian itu diperoleh.[18]
9.      Kebutuhan intelektual; setiap peserta didik memiliki minat yang berbeda untuk mempelajari suatu ilmu pengetahuan. Minat yang seperti ini tidak dapat dipaksakan begitu saja. Pendidik atau guru dapat menciptakan program yang dapat menyalurkan minat masing-masing peserta didik untuk mencapai hasil yang optimal.[19]
D. Dimensi-Dimensi Peserta Didik
            Menurut Widodo Supriyono[20], manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar Widodo Supriyono membagi manusia dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Secara rohani, manusia mempunyai potensi kerohanian yang tidak terhingga banyaknya. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat[21], membagi manusia menjadi tujuh dimensi pokok, yaitu dimensi, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan. Melalui pendidikan Islam, semua dimensi tersebut harus ditumbuh kembangkan. Adapun dimensi-dimensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu, diantaranya:
1.      Dimensi fisik atau jasmani; Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan organisme-organisme makhluk lainnya. Pada dimensi ini, proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan atau tumbuhan, sebab semuanya termasuk dari alam.
2.      Dimensi akal; Al-Ishfahami[22], membagi akal manusia menjadi dua macam yaitu Aql Al-Mathhu’ merupakan akal yang menduduki posisi yang sangat tinggi, namun tidak bias berkembang tanpa adanya kekuatan dari akal lainnya, dan Aql al-masmu yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Keberadaan akal Aql al-masmu tidak dapat dilepaskan karena untuk mengarahkan agar akal tetap berada di jalan tuhannya. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimlikinya lewat proses panca indera.
            Sedangkan fungsi akal manusia terbagi kepada enam yaitu:
a.       Akal adalah penahan nafsu.
b.      Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun yang tidak jelas.
c.       Akal adalah petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan.
d.      Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan.
e.       Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata
f.       Akal adalah daya ingat mengambil dari masa lampau untuk masa yang akan dihadapi.[23]
Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri sendiri, akal membutuhkan bantuan hati agar dapat memahami sesuatu yang bersifat gaib seperti halnya ketuhanan, mu’jizat, wahyu dan mempelajarinya lebih dalam. Akal yang seperti ini adalah potensi dasar manusia sejak lahir. Potensi ini perlu mendapatkan bimbingan serta didikan agar tetap mampu berkembang kearah yang positif.
3.      Dimensi keberagamaan; Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut homo religious artinya makhluk yang beragama. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebiut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan.[24]
4.      Dimensi akhlak; Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Dalam Islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama. Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari dari awal muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu diri dan tujuan jauh, yaitu ridha dari Allah SWT.[25]
5.      Dimensi rohani (kejiwaan); Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi rohani adalah dimensi yang sangat penting dan harus ada pada peserta didik. Hal ini dikarenakan rohani (kejiwaan) harus dapat mengendalikan keadaan manusia untuk hidup bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram. Penciptaan manusia tidak akan sempurna sebelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya.[26] Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tentreram dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan setelah Allah swt. meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya.
6.      Dimensi seni (keindahan); Seni adalah ekspresi roh dan daya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Seni adalah bagian dari hidup manusia. Allah swt. telah menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi rohani maupun indrawi (mata, telinga, dan lain sebagainya). Seni sebagai salah satu potensi rohani, maka nilai seni dapat diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungannya, atau oleh sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan yang ketat kecuali yang digariskan Allah swt.[27]
7.      Dimensi sosial; Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial. Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan, kelompok, maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk kedewasaan. Didalam islam dimensi sosial dimaksudkan agar manusia mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan pada perbuatan yang bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat umum. Dalam dimensi sosial seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang dinamis antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial yang kuat akan mendorong setiap manusia untuk peduli akan orang lain, menolong sesama serta menunjukkan keimanan kepada Allah swt.[28]

E. Etika Peserta Didik
            Etika peserta didik merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, harus dilakukan peserta didik agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik Al-Ghazali[29] merumuskan ada sebelas kewajiban peserta didik. Adapun diantara etika tersebut yaitu:
1.      Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqaruh kepada Allah swt, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela,
2.      Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi,
3.      Bersikap tawadhu’ (rendah hati),
4.      Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi. Serta mengenal nilai-nilai pragmatis, serta
5.      Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.
            Pada hakikatnya peserta didik harus beretika yang baik agar para pendidik bersesia membantu, membimbing peserta didik ke tujuan yang ingin dicapainya. Tidak hanya etika-etika tersebut yang harus diperhatikan juga peserta didik harus memperhatikan kewajibannya sebagai peserta didik. Adapun kewajiban dari peserta didik menurut Al-Ghazali[30] diantaranya:
1.      Mendahulukan kesucian jiwa,
2.      Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan,
3.      Jangan menyombongkan ilmunya dengan menentang guru, dan
4.      Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.

5.       
BAB III
PENUTUP


Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik memiliki kedudukan sebagai sentral pendidikan, pokok persoalan dalam pendidikan Islam karna peserta didiklah yang memiliki tujuan serta cita-cita yang ingin dicapainya, jadi tugas dari seorang pendidik atau guru adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau tujuan yang ingin di capainya tersebut.
Untuk itu seorang pendidik atau guru harus memahami betul kebutuhan-kebutuhan dari peserta didiknya, baik itu kebutuhan fisiknya, kebutuhan sosialnya, kebutuhannya untuk mendapatkan status, kebutuhan mandirinya, kebutuhannya untuk berprestasi, disayangi dan dicintai, berfilsafat, serta kebutuhannya untuk berintelektual. Juga pendidik harus mengetahui apa-apa yang menjadi dimensi dari peserta didik yaitu dimensi fisik, akal, dimensi agama, akhlak, rohani, seni, serta dimensi sosialnya.
Bukan hanya untuk para pendidik yang harus memperhatikan peserta didik, tapi peserta didik pun harus menghargai posisi pendidik sebagai pembina, pembimbing. Peserta didik harus beretika serta harus memperhatikan kewajibannya terhadap pendidik serta orang-orang disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA




Djamarah, Syaiful Bahri. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2006.
Ramayulis.  Ilmu Pendidikan Islam. Cet. VI; Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
Rosyadi, Khoiron. Pendidikan Profetik. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Sardiman.  Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet. III; Jakarta: Rajawali, 1990.


[1] Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. (Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. VI; Jakarta: Kalam Mulia, 2008). h.77).
[2] Ramayulis. Loc. Cit.
[3]Peserta didik merupakan “raw material” (bahan mentah) di dalam proses transformasi yang disebut pendidikan. Berbeda dengan komponen-komponen lain dengan sistem pendidikan karena kita menerima “materil” ini sudah setengah jadi, sedangkan komponen-komponen lain dapat dirumuskan dan disesuaikan dengan keadaan fasilitas dan kebutuhan yang ada. (Ramayulis. Loc. Cit.).
[4] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Ed. I(Cet. I; Jakarta: Kencana) 2006, h. 103.
[5] Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. (Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000). h. 51).
[6] Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. (Abdul Mujib. Loc. Cit.).
[7] Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, Ed. I(Cet. III; Jakarta: Rajawali, 1990). h. 109.
[8] Abdul Mujib. Op. Cit. h. 104.
[9] Anak didik bukan binatang, tetapi ia adalah manusia yang mempunyai akal. Anak didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai pokok persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. (Syaiful Bahri Djamarah. Loc. Cit.).
[10] Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didiknya sebagai subjek dan objek pendidikan. (Abdul Mujib. Loc. Cit.).
[11] Sardiman. Loc. Cit.
[12] Ramayulis. Op. Cit., h. 77-78.
[13] Kebutuhan peserta didik yaitu kebutuhan affeksi (kasih sayang), kebutuhan diterima oleh orang tua, kebutuhan untuk dapat diterima oleh kawan kelompok sebaya, kebutuhan independen dan kebutuhan harga diri. (Khoiron Rosyadi. Pendidikan Profetik (Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). h.195).
[14] Pemenuhan keinginan untuk saling bergaul sesama siswa dan guru serta orang lain, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial anak didik/siswa. (Sardiman. Op. Cit., h. 112).
[15] Kebutuhan untuk mendapatkan status; peserta didik terutama pada usia remaja membutuhkan suatu yang menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat. (Ramayulis. Op. Cit., h. 79).
[16] Ramayulis. Loc. Cit.
[17] Ramayulis. Loc. Cit.
[18] Ramayulis. Op. Cit., h. 80.
[19] Kebutuhan intelektual; setiap siswa tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan. Mungkin ada yang lebih berminat belajar ekonomi, sejarah, biologi, atau yang lain-lain. Minat semacam ini tidak dapat dipaksakan kalau ingin mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu yang penting, bagaimana guru dapat menciptakan program yang dapat menyalurkan minat masing-masing. (Sardiman. Op. Cit., h. 112).
[20] Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Ia membagi manusia pada dua dimensi yaitu dimensi fisik dan rohani. Secara rohani, manusia mempunyai potensi kerohanian yang tidak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (ulil albab), data berpikir/merenung, mempergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat atau mengambil pelajaran, mendengar kebenaran firman Tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat menguasai teknologi tepat guna dan terakhir manusia lahir ke dunia telah membawa fitrah.(Ramayulis. Op. Cit., h. 82).
[21] Zakiah Daradjat membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok yang masing-masingnya dapat dibagi kepada dimensi-dimensi kecil. Ketujuh dimensi tersebut adalah: dimensi, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan. Semua dimensi tersebut harus tumbuh kembangkan melalui pendidikan islam. (Ramayulis. Loc. Cit.).
[22] Al-Ishfahami, membagi akal manusia menjadi dua macam yaitu: 1.Aql Al-Mathhu’ yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT sebagai fitrah Illahi. 2.Aql al-masmu yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia.( Ramayulis. Op. Cit., h. 85).
[23] Ramayulis. Op. Cit., h. 86.
[24] Ramayulis. Op. Cit., h. 87.
[25] Ramayulis. Op. Cit., h. 88-89.
[26] Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tentreram dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan setelah Allah swt. meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya. (Ramayulis. Op. Cit., h. 90-91).
[27] Lihat Ramayulis. Op. Cit., h. 93-94.
[28] Lihat Ramayulis. Op. Cit., h. 95-96.
[29] Al-Ghazali merumuskan ada sebelas kewajiban peserta didik, yaitu: 1.Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqaruh kepada Allah swt, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela. 2.Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi. 3.Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya. 4.Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran. 5.Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi. 6.Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sukar. 7.Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam. 8.Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari. 9.Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi. 10.Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dinia akhirat. 11.Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik. (Ramayulis. Op. Cit., h. 119).
[30] Khoiron Rosadi. Op. Cit., h. 203-205.